Pesan
Kemarin sore dalam perjalan pulang dari rumah Simbok, sebutan untuk nenekku, aku naik motor dengan ibu ke arah barat. Saat itu juga, aku tak bisa lepas pandang dari bulatan cahaya oren. Matahari sore itu seperti tak berhenti melihatku. Seperti punya suara. Sedang aku mencoba mendengarnya melalui indera mata. Aku bahkan menyetir motor tanpa kesadaran penuh. Kami melaju mengikuti jalan menikung, berliku ke arah kiblat. Aku terpana. Setiap hari aku terpana melihat rupa-rupa matahari. Tak pernah kutemukan matahari seindah hari itu dengan hari lain. Pun dengan matahari hari ini, hari esok dan esoknya lagi. Setiap hari bagiku pesonanya tidaklah sama. Semua tampil dalam versi terbaik. Pada sebuah tanjakan di bawah pohon trembesi aku berhenti. Mengajak ibuku benar-benar memperhatikan pemandangan itu. Ibuku sekadar mengakui keindahannya, dan seolah merasa keindahan itu milik sang matahari sendirian. Tidak untuk siapapun yang memandangnya. Ia turun dari motor. Aku sedikit terhenyak denga...