Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Teknologi Menonton Lintas Medium dalam Sudut Pandang Slamet Thohari #interview

Gambar
Slamet Thohari adalah dosen Departemen Sosiologi Universitas Brawijaya yang banyak bergelut di isu-isu inklusivitas. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Pusat Studi dan Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya selama 7 tahun serta merupakan Indonesia Chair di AIDRAN (Australia Indonesia Disability and Advocacy Network). Dia menyelesaikan studinya di Departemen Filsafat Universitas Gadjah Mada dan Department of Sociology di University of Hawaii at Manoa. Bidang penelitiannya meliputi studi disabilitas, interseksionalitas, sosiologi kesehatan, gender, dan Islam di Indonesia.  Dalam Forum Film Dokumenter, FFD 2020 mengundang Slamet Thohari sebagai pembicara dalam sesi DocTalk bertajuk Voice: Virtual Reality, Lintas Medium dan Dampak Baru Dokumenter. Diskusi ini sendiri merupakan bagian dari program Feelings of Reality.   Pada Jumat, 11 Desember 2020 saya berkesempatan mengulik lebih lanjut sudut pandangnya mengenai isu difabel dan kaitannya dengan kehadiran teknologi lintas medium.   B

Menyoal Budaya Menonton Bersama Eric Sasono #Interview

Gambar
Eric Sasono adalah salah satu pendiri Indonesian Film Society, London, yang menyelenggarakan pemutaran film Indonesia secara reguler di London. Ia menyelesaikan pendidikan doktor bidang kajian film di King’s College, London dan pernah menjadi anggota dewan pengawas Indonesia Documentary Film Centre atau InDocs (2009-2019) dan JIFFest (2009-2011). Menjadi international advisor board Asia Film Award, Hong Kong (2010-2014). Saat ini sedang menyelesaikan buku mengenai film Islam di Indonesia rentang tahun 1960 sampai 2018. Ia beberapa kali terlibat dalam Festival Film Dokumenter dan kembali menjadi salah satu juri dalam kompetisi kategori Panjang Internasional sekaligus pembicara diskusi dalam DocTalk Platform Daring dan Disrupsi Tontonan FFD 2020. Saya berkesempatan untuk mewawancarai Eric pada Rabu, 9 Desember 2020, dan berbagi banyak perspektifnya tentang film kompetisi yang ia nilai hingga budaya menonton masa kini. Sebagai seorang yang sudah banyak berkecimpung di dunia film, bagaima

Kesadaran Kreatif dalam Komunikasi Kenabian

Gambar
    Meskipun ilmu sosial profetik menjadi upaya Kuntowijoyo dalam mengimbangi paradigma orientalisme pemikir Barat, bukan berarti kita harus menutup diri dari kerangka keilmuan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana ia memaknai konsep yang terkandung dalam Surah Ali-Imran ayat 110.   Ia menafsirkan ayat tersebut sebagai pemantik ilmu sosial profetik. Ada narasi besar yang diusung, yaitu humanisasi dan emansipasi ( amr ma’ruf ), liberasi ( nahiy munkar ), serta transendensi ( tu’min billah ). Interpretasi ini tak hanya berada di permukaan, tapi juga harus mewujud dalam aksi. Paradigma ini  dapat dikatakan sebagai reaksi atas dampak modernitas—dehumanisasi. Hakikat manusia telah berputar arah sangat jauh dengan adanya industrialisasi. Martabat tak lebih dari instrumen industri dimana manusia dihargai sebatas dari produk yang dihasilkan dan semua serba materi. Di sinilah Kuntowijoyo ingin membawa kembali spirit transformatik keilmuan, khususnya dalam ilmu-ilmu sosial. Sebab ke

Sebuah Surat untuk Kamu dari Aku, dua puluh satu masehi

Gambar
Apakah ada sesuatu yang hilang? Adakah yang mati? Terkadang dunia-dunia peri di dalam dirimu menguncup. Telah cukup lama kamu selalu berbenturan dengan dunia liyan yang jauh lebih besar, riuh dan lantang. Dunia peri itu dulu tak peduli dengan apa-apa yang menghantamnya, ia tetap berputar dan membuatmu bahagia lewat mimpi-mimpi. Ia selalu membuatmu meliuk-liuk lepas. Kini, makin lama kamu hidup, rasanya ada yang mati. Pupus dan hilang arti. Saat belia kamu berangan setiap jiwa murni punya peran besar bagi setiap gerak raga dan polah manusia. Kamu menolak tabiat-tabiat gelap. Bahwa setiap hal adalah baik. Segalanya punya cela untuk dibela. Setidak-tidaknya dari benakmu, luka lahir tanpa sengaja. Kamu yang belia adalah sosok jembar hati. Sebab telah ada dunia yang kau punya. Ada dunia yang setiap manusia juga punya. Setiap kepala adalah dunia. Hingga saat dunia-dunia itu dipaksa tak berputar pada porosnya, kau masih juga bertanya, “mengapa?” Setelah besar, dunia yang sedang kamu t