Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

Tumbal Hidup Puan

  Perempuan itu selalu murung. Hatinya telah luka begitu dalam. Bumi yang dipijak sudah penuh duri. Rautnya masam. Ia disakiti oleh luka yang tak jujur. Ia melemah dan jadi limbung. Tak punya gairah lagi untuk memancarkan cahaya dalam dirinya. Rahimnya berkali-kali dilukai. Kemudian ia dikhianati oleh luka pada rahim lain. Sungguh, perempuan itu adalah manusia penuh kasih. Namun satu penghianatan menghancurkan semuanya. Cukup sudah ia dicabik-cabik, dikoyak-koyak. Lelaki memang hanya bisa menimbulkan luka. Perempuan itu berang dan kelewat kecewa. Bukan karena dirinya yang terluka. Ia cukup setia. Pun itu saja yang ia inginkan. Bukan balasan kasih yang ia mau. Sungguh. Ia hanya ingin, tak ada perempuan lain yang dilukai. Jika kau mencari pengorbanan paling gila oleh makhluk ciptaan Tuhan. Bukan lebah yang menyengat mangsanya dan rela mati dengan meninggalkan sebagian tubuhnya. Tapi perempuan. Perempuan berkorban melebihi lebah. Ia tak rela mati seperti lebah. Ia tak sepengecut itu.

Dah Lah

  Entah dari mana juntrungnya. Atau memang segala hal di dunia ini ada begitu saja dan kita tak perlu banyak bepikir soal awal akhir dan sebab akibat. Aku selalu seperti berada dalam sebuah pengembaraan yang panjang tanpa ujung. Beberapa hal kukenali dengan sangat akrab, beberapa begitu asing. Meski sebenarnya kita semua sendirian. Kita sendiriannya beramai-ramai! Hidupku banyak sekali kebetulannya. Dan aku masih sangat heran. Bagaimana bisa itu terjadi? Banyak hal terkait-kait. Sepertinya aku bergerak atas satu tuntunan. Meski ada kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa saja kupilih, ada saja sesuatu yang datang. Barangkali inderaku yang kebobolan, ataukah mati rasa? Jujur saja, aku enggan berlarut-larut dalam banyak permenungan. Lebih-lebih ketika aku sedang dalam keramaian. Terkadang kita dibuat untuk saling bercengkerama dan cukup hidup. Meski kita semua terbuat dari luka, kepedihan dan kelinglungan yang teramat sesak, berceracau gembira adalah penyelarasnya. Hidup akan terus ga

Pembelot

Sekarang kutanya padamu, mengapa titik mulainya ada pada malam menjelang pagi itu? Waktu itu kamu tak dapat tidur. Terus hidup dan melayang-layangkan bayangan ke segala tempat yang mungkin kau jangkau. Itu hanya kemungkinan. Dan kau tak bisa mematenkannya. Adalah kebiasaanmu membiarkan tirai jendela terbuka. Ibumu menggerutu. Membalut takut dengan keras hati. Anak-anaknya tak boleh jadi budak. Tindak-laku penindas tak akan diturunkan pada sanak-cucu. Biar. Biar satu yang menaggung. Semua harus perkasa. Pesannya selalu dengan dendam. Kutukan sudah terpancar ke setiap penjuru. Menguntit langkah-langkah dan deru nafas rahimnya. Dia mengutuk pada angin. Dan angin merasuki anak-anaknya pada setiap gerak. Anak-anaknya tumbuh bersama luka yang tak jujur. Semua-muanya bertirai. Dan kamu tak boleh, menyaksikan malam. Maka tiraimu hendaknya ditutup rapat ketika hari mulai gelap. Jika cacing tersenggol saja menggeliat. Melawan diam. Maka kamu pun kudu berontak. Apabila penghianat menancapkan luka

Gaslighting: Ketika Kita Menjadi Begitu Payah

Gambar
Beberapa waktu yang lalu aku membaca ulasan di Quora tentang bentuk pelecehan emosional atau penyiksaann mental. Dan aku tertarik untuk menguliknya lebih jauh. Pelecehan tersebut membuat seseorang secara emosional berada dalam kegamangan yang luar biasa. Pikiran kita bisa dimanipulasi sedemikian rupa oleh orang lain. Sehingga kita selalu dalam kondisi meragukan diri sendiri. Kita terus mempertanyakan, mencari kepayahan dalam diri kita. Bahkan kita tak yakin dengan ingatan, sudut pandang dan kewarasan diri kita sendiri. Semua ini dapat terjadi. Dan pemantiknya adalah perlakuan manusia lain. Dalam istilah psikologi, inilah yang disebut gaslighting. Aku percaya bahwa setiap orang memiliki kekuatan dari dalam dirinya. Namun kita kan tak hidup sendirian saja di dunia ini, kita berelasi dan saling memengaruhi. Itu hal fundamental, dan banyak dari kita tak menggubrisnya. Kita sering mengabaikan bahwa kita dengan yang lain saling terkoneksi. Sehingga apa yang kita atau mereka lakukan, saling

Awan Pink!

Semalam aku tidur sangat lelap dan berada dalam dunia mimpi sangat lama. Ada kisah menarik di sana. Seperti mimpi pada umumnya, jalan ceritanya aneh-aneh. Jadi aku terbangun dari tidur dan dalam kepalaku waktu itu, aku berniat akan pergi ke sebuah dikusi di pusat jaringan dan kerjasama Prancis. Aku akan pergi bersama seorang temanku. Di sana aku memilih pakaian yang pantas di sebuah lemari kuno. Kuingat lemari itu merupakan lemari yang kugunakan zaman dulu. Lemari tua satu pintu tanpa kaca. Anehnya, dalam lipatan pakaian yang kuambil terdapat masker dan pelindung wajah. Dalam dunia mimpi juga ada virus? Tapi masker itu bentuknya agak aneh. Bagian penutup mulutnya berbentuk batok kalapa. Kemudian batok itu terkait dengan tali untuk telinga dan jidat. Jadi yang tertutupi ketika aku mengenakan masker itu adalah seluruh wajahku selain mata. Lucu sekali. Lucunya lagi di sana aku kebingungan memilih antara dua masker yang sama. Lalu saat aku akan keluar rumah, aku berpamitan dengan Bap

Mengubah Realita, Mencari Getaran yang Senada

Aku menebak-nebak alasan Tuhan menciptakan dua telinga kita yang tak bisa terkatup seperti mulut dan mata. Barangkali Tuhan menempelkan telinga yang berdekatan dengan batok kepala ini agar kita tak berhenti terpapar suara-suara. Sebab di dunia yang ramai ini kita adalah pendengar abadi. Bahkan ketika terlelap, dunia seisinya tetap berbicara pada kita. Setiap saat. Semua entitas selalu dalam pergerakan dan menimbulkan gelombang-gelombang suara yang konstan. Pelan atau keras, dekat maupun jauh. Darah yang mengalir, pita suara yang bergetar, derap langkah, pintu yang memuai, kepakan sayap, angin yang berhembus mengenai daun, awan yang berjalan, gunung yang bergeser dan seterus-seterusnya. Kini kuyakini satu hal, bahwa kita sejatinya ialah makhluk pendengar. Senada dengan Einstein menuturkan, “Everything in life is vibration.” Semua dalam kehidupan ini merupakan vibrasi. Begitu pun emosi dan pikiran kita.   Untuk itulah vibrasi tersebut—termasuk kata-kata kita—adalah sesuatu yang mem