Tumbal Hidup Puan

 

Perempuan itu selalu murung. Hatinya telah luka begitu dalam. Bumi yang dipijak sudah penuh duri. Rautnya masam. Ia disakiti oleh luka yang tak jujur. Ia melemah dan jadi limbung. Tak punya gairah lagi untuk memancarkan cahaya dalam dirinya. Rahimnya berkali-kali dilukai. Kemudian ia dikhianati oleh luka pada rahim lain.

Sungguh, perempuan itu adalah manusia penuh kasih. Namun satu penghianatan menghancurkan semuanya. Cukup sudah ia dicabik-cabik, dikoyak-koyak. Lelaki memang hanya bisa menimbulkan luka. Perempuan itu berang dan kelewat kecewa. Bukan karena dirinya yang terluka. Ia cukup setia. Pun itu saja yang ia inginkan. Bukan balasan kasih yang ia mau. Sungguh. Ia hanya ingin, tak ada perempuan lain yang dilukai.

Jika kau mencari pengorbanan paling gila oleh makhluk ciptaan Tuhan. Bukan lebah yang menyengat mangsanya dan rela mati dengan meninggalkan sebagian tubuhnya. Tapi perempuan. Perempuan berkorban melebihi lebah. Ia tak rela mati seperti lebah. Ia tak sepengecut itu. Ia pemberontak paling elegan. Sudah sejak tercipta, ia relakan tubuhnya terluka demi yang lain, demi kehidupan lain. Tidak seperti lebah yang menumbalkan dirinya demi kematian. Hidup yang menderita adalah tumbal teragung.

Tubuhnya yang akrab luka melahirkan kekuatan-kekuatan bagi perjalanan hidup, yang terjal, gelap, tanpa ujung. Manusia buta menganggapnya sebagai rintangan yang pelik. Sebab manusia-manusia buta itu hanya punya kacamata materi. Tak dapat menerawang jauh pada pedalaman rasa.

Dan si buta adalah lelaki itu.  Ia menyangka perempuan itu inginkan dirinya seorang dengan dalih kerapuhan hati seorang perempuan. Ia menyangka perempuan itu mecintainya seorang. Ia menyangka perempuan itu menyerahkan seluruh hidup padanya seorang.

Sekarang siapa yang sedang memakai kacamata kuda?

Bertahun-tahun berada di sandingnya, laki-laki itu justru makin buta. Sebab ia tak kunjung paham, perlawanan terselubung apa yang sedang ditempuh perempuan-"nya". Si buta berpikir bahwa perempuan itu pencemburu. Hatinya memang terluka atas penghianatan. Namun penghianatan di mata dua manusia itu jauh berbeda. Perempuan melihat penghianatan adalah pelipatgandaan luka. Sedang perempuan dengan itu merasa kalah. Ketika misinya untuk menyelamatkan kehidupan hancur. Perempuan, hanya tak ingin, lelaki yang buta kembali menorehkan luka pada kehidupan lain. Dan membuat kematian menumbalkan puan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedap Malam

Understanding Love?

Kenapa Saya Membatasi Akses "Begitu Saja" di Internet?