Gaslighting: Ketika Kita Menjadi Begitu Payah

https://consciousreminder.com/2019/05/30/7-signs-that-you-are-being-gaslighted-and-you-dont-even-see-it/

Beberapa waktu yang lalu aku membaca ulasan di Quora tentang bentuk pelecehan emosional atau penyiksaann mental. Dan aku tertarik untuk menguliknya lebih jauh. Pelecehan tersebut membuat seseorang secara emosional berada dalam kegamangan yang luar biasa. Pikiran kita bisa dimanipulasi sedemikian rupa oleh orang lain. Sehingga kita selalu dalam kondisi meragukan diri sendiri. Kita terus mempertanyakan, mencari kepayahan dalam diri kita. Bahkan kita tak yakin dengan ingatan, sudut pandang dan kewarasan diri kita sendiri. Semua ini dapat terjadi. Dan pemantiknya adalah perlakuan manusia lain. Dalam istilah psikologi, inilah yang disebut gaslighting.

Aku percaya bahwa setiap orang memiliki kekuatan dari dalam dirinya. Namun kita kan tak hidup sendirian saja di dunia ini, kita berelasi dan saling memengaruhi. Itu hal fundamental, dan banyak dari kita tak menggubrisnya. Kita sering mengabaikan bahwa kita dengan yang lain saling terkoneksi. Sehingga apa yang kita atau mereka lakukan, saling memantul. Seperti gema suara. Seperti sebuah pancaran cahaya. Semua berhubungan. Maka penting bagi kita untuk mempertimbangkan apa yang kita utarakan dan perlakukan pada segala apa yang hidup di dunia ini.

Di sisi lain, diri kitalah yang menjadi titik tolak pertama dalam bertindak. Penting untuk kita memiliki terang pikir. Pelecehan mental bernama gaslighting tadi dapat terjadi dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Bisa jadi keluarga, teman, kekasih, rekan bekerja, seorang tokoh, bahkan orang asing di internet. Seorang pelaku gaslighting merupakan pribadi yang cenderung narsistik. Dalam satu artikel bahkan menyebutkan bahwa mereka bisa jadi memiliki benih sosiopat maupun psikopat.

Aku memandang hal ini seperi semacam spektrum. Pelecehan mental ini tak akan berlangsung lama, baik dari sisi pelaku maupun korban. Asalkan kita menyadarinya dan segera mentas dari kungkungan tersebut. Kita bisa mulai dengan menyadari impuls yang ada dalam diri kita. Kunci dari hal itu adalah dengan bangkit untuk menghimpun kekuatan murni dari dalam diri.

Seseorang yang melakukan gaslighting seringkali adalah mereka yang paling terlihat mengenal diri kita dengan baik. Pelaku gaslighting selalu merasa mereka “knowing you”. Karena memahami diri kita mereka pun dapat mengetahui apa yang menjadi kekuatan kita. Mereka tahu sumber kebahagiaan kita. Gaslighter mencoba menyalahgunakan kekuatan itu. Misalnya, kamu memiliki tabiat ramah dan supel. Kemudian seseorang justru datang membuatmu minder dengan tabiat yang kamu miliki. Ia mengatakan berulang-ulang bahwa kamu seorang people-pleaser yang lemah, tak berkarakter, atau tidak sepantasnya bertindak seperti itu. Atau bahkan ia membandingkanmu dengan orang lain. Sehingga percaya dirimu lambat laun akan runtuh.

Seringkali pelaku gaslighting ini menancapkan semacam doktrin kedalam dirimu. Mereka memutarbalikkan segala apa yang telah kamu patri sebagai prinsip hidupmu. Tindakan mereka melebihi kenyamananmu. Ketika kamu berusaha memperbaiki diri dan mendengarkan intuisimu gaslighter akan berkata, “Sudahlah, keburukanmu itu normal.” Atau ketika kamu meminta saran, bisa jadi ia memberikan pendapatnya panjang lebar dengan penuh keyakinan bahwa hal tersebut satu frekuensi denganmu. Tujuannya adalah supaya kamu percaya, bahkan bergantung padanya. Kalaupun kamu mulai skeptis, semuanya justru dikembalikan pada dirimu. Terkadang gaslighter merendah untuk meroket. Setelah semua pikiranmu kalut dan campur aduk meragukan diri sendiri, mereka malah berkata, “Mungkin aku yang berlebihan, sih.” Kamu pun semakin gamang dan tak yakin dengan kata hati nuranimu.

Gaslighter lihai sekali dalam menyembunyikan hal. Umumnya mereka manipulatif, bisa begitu baik dan bersikap tak bersalah. Sikap ini yang membuat kita berada dalam titik lemah dan mempertanyakan nilai diri sendiri. Seolah-olah pusat dari peristiwa yang terjadi adalah karena dirimu. Atau bahkan ketika sebenarnya tak terjadi apapun, si gaslighter membuatmu berpikir ulang tentang masalah abstrak yang muncul. Ia membuatmu bingung dan tak pasti.

Namun satu hal yang kugarisbawahi, seorang gaslighter sebenarnya sedang memproyeksikan kesalahan atau kekurangan dirinya pada kita. Aku berpikir ini mirip dengan rasa cemburu. Seorang gaslighter sebetulnya sedang dalam kondisi lemah, namun sebagai bentuk pembelaan diri dan menutupi kekurangan, mereka menyakiti mental orang lain. Bahkan mereka bisa saja melibatkan orang lain dalam hidup kita untuk memvalidasi sikapnya. Dari susdut pandangnya kamu adalah yang bertanggungjawab dalam satu masalah. Kemudian pandangan itu diamini oleh orang lain yang telah dipengaruhi. Atau si gaslighter ini melibatkan orang lain dalam polemik yang sama. Seolah permasalahannya adalah kamu versus mereka. Kemudian muncul pemikiran bahwa orang lain juga sedang membicarakanmu di belakang. Kamu jadi merelakan dirimu memohon maaf, meski kamu tak menemukan letak kesalahanmu.

Seorang gaslighter terlihat sebagai orang yang paling memahamimu, mereka tahu kepekaanmu. Sehingga dengan momen yang tepat, mereka bisa mengambil kendalimu dan berkata, “Aku sudah mengatakan padamu berulang kali, jangan sampai kamu menyesal.” Kamu ditempatkan di tepi jurang. Rasa-rasanya kamu segera jatuh dan si gaslighter yang charming itu adalah juru selamat. Namun ketika terjadi konfrontasi, umumnya mereka menjadi pihak yang memutus hubungan dan mengelak dari banyak hal.

Fenomena gaslighting ini tentu bukan berada dalam tataran teoritis psikologi saja. Hal ini benar adanya. Bahkan istilah gaslighting ini muncul dari satu lakon yang dimainkan dalam film. Di kehidupan sehari-hari kita pun gaslighting bertebaran di mana-mana. Ini semua bergerak di bawah alam sadar yang tak kasat mata. Dampak yang kita rasakan adalah pada kesehatan mental kita sendiri. Bahkan dengan tekanan yang besar, kita bisa menjadi korban yang depresi. Kita menjadi pribadi yang ragu pada diri sendiri, ragu pada kesadaran dan kewarasan. Padahal, satu-satunya kekuatan yang dapat merawat kita adalah diri kita sendiri.

Aku pun tak luput dari penyiksaan mental ini dan membuatku tak memiliki pikiran yang terang. Aku pernah di titik meragukan nilai yang kupegang teguh hanya karena seseorang yang kupikir dekat dan mampu memahami diriku, justru menancapkan duri yang berbalut bunga.

Pun aku percaya, mereka para gaslighter adalah manusia yang juga menyimpan luka. Toh, kita semua adalah dari luka. Namun dengan impuls yang berbeda luka itu bisa tumbuh beragam ke dalam spektrum warna gelap hingga terang. Semua manusia memiliki kecenderungan atas warna itu.

Jika kamu merasa kehadiran gaslighter itu, mereka juga manusia, tak perlu mendendam. Cukup berdamai dengannya dan cari kebahagiaan yang lahir dari dalam dirimu. Sebab tak ada yang mampu merawat dirimu, selain Diri-mu sendiri. Temukan dirimu dan berpeganglah yang erat. Kehidupan ini menghembuskan banyak musim...

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedap Malam

Understanding Love?

Kenapa Saya Membatasi Akses "Begitu Saja" di Internet?