Mengubah Realita, Mencari Getaran yang Senada
Aku menebak-nebak alasan Tuhan menciptakan dua telinga
kita yang tak bisa terkatup seperti mulut dan mata. Barangkali Tuhan
menempelkan telinga yang berdekatan dengan batok kepala ini agar kita tak
berhenti terpapar suara-suara. Sebab di dunia yang ramai ini kita adalah
pendengar abadi. Bahkan ketika terlelap, dunia seisinya tetap berbicara pada
kita. Setiap saat. Semua entitas selalu dalam pergerakan dan menimbulkan
gelombang-gelombang suara yang konstan. Pelan atau keras, dekat maupun jauh.
Darah yang mengalir, pita suara yang bergetar, derap
langkah, pintu yang memuai, kepakan sayap, angin yang berhembus mengenai daun,
awan yang berjalan, gunung yang bergeser dan seterus-seterusnya. Kini kuyakini
satu hal, bahwa kita sejatinya ialah makhluk pendengar. Senada dengan Einstein menuturkan,
“Everything in life is vibration.”
Semua dalam kehidupan ini merupakan vibrasi. Begitu
pun emosi dan pikiran kita. Untuk itulah
vibrasi tersebut—termasuk kata-kata kita—adalah sesuatu yang memiliki energi pada
diri. Apa yang keluar dari mulut, akan terekam. Itu alasannya terkadang kita
juga harus memberi waktu untuk si mulut bungkam. Maka banyak orang bijak
berkata, “Berpikirlah sebelum bicara.” Pepatah Jawa pun mengatakan, “Ajining diri
gumantung ana ing lathi.” Harga diri
seseorang terletak pada ucapannya.
Begitu kuatnya ucapan yang keluar dari mulut kita ini.
Dan betapa telinga selalu hadir untuk menelannya. Semuanya saling berkorelasi
dan terkoneksi. Kita hendaknya menjaga suara kita dan mengindahkan beberapa
yang perlu saja. Karena kata-kata—yang sangat bising—bisa menancap kuat dalam
diri kita hingga sulit dicabut. Apa yang masuk melalui telinga ini terkadang
seperti duri tajam, kadang seperti getaran cahaya halus. Semuanya terserap
masuk, agar kita belajar dari banyak suara.
Dalam hidup kita pun seringkali kita tak bisa lepas
dari perkataan dan respons manusia lain. Kita justru terbiasa dengan
ingar-bingar suara dari luar. Alih-alih mendengarkan suara dari dalam. Sehingga
ketika kita selalu mengindahkan kebisingan dunia luar, ada sesuatu yang meronta
dari dalam diri.
Seperti saat seseorang meneriaki kita kata-kata kasar,
secara tak sadar kita akan memantulkan kembali amaran dari dalam diri. Atau
ketika seoranag teman mengatakan sesuatu yang membuat kita terluka, kita akan
menjadi muram. Ketika orangtua mengutuk seorang anak, mengatakan, “Kamu ini
tidak bisa apa-apa.” itu bisa membuat anak tersebut tumbuh menjadi pribadi yang
pesimistis. Kata-kata bisa menjadi sebuah afirmasi yang merasuk kedalam
sendi-sendi kehidupan jika kita tak segera menyadarinya.
Maka bagiku penting untuk kita menilik diri sendiri
dan barangkali menanyakan kembali, vibrasi energi macam apa yang kita bawa dari
dalam diri untuk kehidupan?
Apapun getaran dalam diri kita, kita akan tergerak
oleh kekuatan itu. Serta percaya atau tidak, secara tak sadar kita memiliki
semacam radar untuk menemukan vibrasi yang cocok dengan apa yang ada dalam
diri. Aku pernah mendengar seeorang berkata bahwa apa yang kita suarakan pada dunia,
semesta memantulkannya kembali. Seperti gema.
Sehingga aku percaya, ketika kita ingin mengubah
sesuatu. Entah itu lingkungan maupun relasi kita dengan orang lain—juga diri
sendiri. Satu hal yang perlu kita lakukan adalah menyadari akan vibrasi atau gelombang
suara-suara yang tertangkap oleh indera pendengar kita.
Ketika kita telah menyadarinya, kita akan tahu vibrasi
mana yang senada dengan kita. Kita akan menemukan circle yang sesuai. Apabila kita menyadari terdapat ketidakcocokan,
kita bisa mulai menyelaraskannya dengan mulai mengubah kata-kata, pikiran,
perasaan hingga perilaku kita. Sebab itu semua adalah vibrasi. Untuk itu
seringkali kita mendengar beberapa orang menjauhi seseorang atau menarik diri
dari pergaulannya dan mengatakan, “Aku merasa kita tidak satu frekuensi.”
Penting bagi kita untuk menemukan lingkungan yang suportif. Sehingga kita bisa
merasakan koneksi yang ada.
Menurutku, dalam menjalin hubungan dengan kehidupan
kita sebagai makhluk penangkap suara ini hendaknya memiliki terang pikir.
Hubungan ini berlaku bagi segala entitas dalam kehidupan, antara kita dengan
diri sendiri, dengan Tuhan, dengan alam, dengan orang lain, dengan semesta
raya. Bahwa kita memiliki satu energi untuk memancarkan semacam getaran yang
saling memengaruhi. Dan aku pun yakin, kita memiliki suatu daya untuk mengubah
vibrasi tersebut, mengubah relasi kita, mengubah realita.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah membuang waktumu di tulisan saya. Semoga tidak ada dosa.