Postingan

Menampilkan postingan dari 2025

Dear Sore, Urip Mung Saderma Nglakoni

Gambar
potret sore Lima tahun lalu, di dalam catatan harian, aku menulis satu surat kepada diriku sendiri di umur 25 tahun, yang adalah saat ini. Di surat itu, aku nampak begitu polos sekaligus jumawa. Aku seperti orang yang paling bisa menjanjikan diri, lima tahun berikutnya aku bakal tetap stabil. Semua tebakanku meleset. Bahkan sangat jauh dari tempatnya. Orang-orang yang kusebut dalam surat itu, ada yang sudah tiada, pergi, dan tergantikan. Peristiwa dan mimpi yang kueluh-eluhkan, sirna, menguap entah ke mana. Waktu lima tahun terasa begitu cepat untuk banyak sekali kejadian yang kualami di luar prediksi. Tapi dari sana, satu-satunya hal yang kusadari tidak pergi ke mana-mana, yang selalu tersisa, adalah batin dan perasaanku sendiri yang kusematkan pada momen dan orang-orang itu: memori. Dari sini aku memahami bahwa waktu, betapa pun berlalu teramat cepat, kadang-kadang terasa hanya ilusi yang tak punya arti ketika segalanya kujalani dan kuhayati sepenuh hati. Ia bukan lagi berjalan linea...

Seri Catatan: On Beauty and Terror [Kupu-Kupu]

Gambar
[1] Kupu-Kupu Bulan Oktober menuju November lalu, saat kemarau tinggal sisa-sisa, aku banyak menempuh perjalanan panjang. Sepanjang bulan itu, aku bisa pulang saban minggu. Dan sepanjang bulan itulah, perjalanan pulangku dipenuhi kawanan kupu-kupu kuning. Ribuan kupu-kupu kuning itu terbang bergerombol, sampai kadang-kadang mereka menempel, menabrak mengenai helemku. Rasanya gidik, ngeri, sekaligus takjub. Aku punya ketakutan yang aneh pada kupu-kupu. Mungkin sudah sampai tingkat fobia, karena rasa takut itu tidak rasional dan kurasa berlebihan. Entah apa sebab dan juntrungnya, yang jelas, seperti ada trauma tersendiri ketika melihat serangga terbang yang dinilai punya sayap menawan oleh sebagian besar orang itu. Saat belia, sekitar kelas satu atau dua SD, aku berjingkatan main ke pekarangan rumah. Seperti yang biasa kulakukan: keliling kebon, menjumputi bebijian, daun, bunga dan benda-benda unik di tanah. Kami punya satu pohon mlinjo besar di barat rumah. Pohon itu selalu jadi t...

Drink My Words

Gambar
kepalaku teras yang menangkap gaduh dari ruang tengah menadah kepala lain yang lasah ia rongga lapang, dibawa angin buritan yang mengarah-arah kepalaku, serba wadah kata-kata di dalamnya rutin tumpah meluber jadi sumpah-sumpah kepalaku bunyinya lebih ringan daripada napas yang berdesah, tak lebih deras dari alir darah ia bunga karang, digerus air pasang yang memecah-belah di dalamnya, susah payah hanya sebesar zarah kepalaku, adalah bayang rintang yang menyaksikan tangan-tangan menengadah ia menunggu seorang penerjemah, yang asalnya dari antah berantah, kata-kata di dalamnya menjelma ruh-ruh basah: masuk ke cawan yang dituang oleh tanganku, diminum seteguk orang seisi rumah.