Dear Sore, Urip Mung Saderma Nglakoni
potret sore Lima tahun lalu, di dalam catatan harian, aku menulis satu surat kepada diriku sendiri di umur 25 tahun, yang adalah saat ini. Di surat itu, aku nampak begitu polos sekaligus jumawa. Aku seperti orang yang paling bisa menjanjikan diri, lima tahun berikutnya aku bakal tetap stabil. Semua tebakanku meleset. Bahkan sangat jauh dari tempatnya. Orang-orang yang kusebut dalam surat itu, ada yang sudah tiada, pergi, dan tergantikan. Peristiwa dan mimpi yang kueluh-eluhkan, sirna, menguap entah ke mana. Waktu lima tahun terasa begitu cepat untuk banyak sekali kejadian yang kualami di luar prediksi. Tapi dari sana, satu-satunya hal yang kusadari tidak pergi ke mana-mana, yang selalu tersisa, adalah batin dan perasaanku sendiri yang kusematkan pada momen dan orang-orang itu: memori. Dari sini aku memahami bahwa waktu, betapa pun berlalu teramat cepat, kadang-kadang terasa hanya ilusi yang tak punya arti ketika segalanya kujalani dan kuhayati sepenuh hati. Ia bukan lagi berjalan linea...