Postingan

Menampilkan postingan dari 2025

Surat untuk kamu, dua puluh lima masehi (lewat)

Gambar
this little girl's loving her world, always 💟 Tahun ini aku tak kober menulis surat untukmu, tepat di hari ulang tahunmu. Tapi kuharap, kamu sudah memaafkanku sebelum kuminta. Lihatlah kita sudah sampai di penghujung tahun. Kamu sudah melampaui banyak peristiwa dalam dua belas bulan ini. Dan lihatlah siapa yang sudah pergi, siapa yang masih tinggal, siapa yang tersisa. Siapa yang selalu kau simpan lamat-lamat dalam hati dan ingatan? Alih-alih menjadi pesan di hari ulang tahun, surat ini mungkin bakal jadi catatan mengenang hari-hari kepungkur. Aku paham betapa koyaknya dirimu, kehilangan demi kehilangan terus terjadi. Mengikismu pelan sampai kadang-kadang kamu linglung bagian mana dari dirimu yang masih tersisa untuk pantas bernyawa. Kahanan di luar dirimu juga menambah kerunyaman, kacau balau dan seolah tak ada sedikit saja bagi bening cahaya masuk ke sela-selanya. Sampai rasanya untuk sedikit bersenang-senang, atau menghidupkan pendar di hatimu lewat hal-hal yang kamu gemari saj...

Hazy

Gambar
Bagaimana hari-hari lewat seperti penggerogot, seperti ngengat dan rayap, yang membuatku-hatiku-kikis, lubang,  remah di mana-mana Berai-berainya menimbulkan kehampaan yang luar biasa menumpuk di sudut diriku Seperti setumpukan debu, mereka tersapu angin, terseret kaki-kaki waktu yang setapak-tapak jalan tanpa henti Serpihanku aus, hilang, terbang, ke arah dingin... ke arah panas... ke arah cahaya dan semburat Aku berserakan dan terkumpul, berserakan dan terkumpul,  pada titik-titik tak menentu, bersemayam pada embun esok hari, disesap ngengat, atau rayap yang di dalam dirinya tak punya ketakutan untuk kehilangan apa-apa Palagan, 2025.

Dear Sore, Urip Mung Saderma Nglakoni

Gambar
potret sore Lima tahun lalu, di dalam catatan harian, aku menulis satu surat kepada diriku sendiri di umur 25 tahun, yang adalah saat ini. Di surat itu, aku nampak begitu polos sekaligus jumawa. Aku seperti orang yang paling bisa menjanjikan diri, lima tahun berikutnya aku bakal tetap stabil. Semua tebakanku meleset. Bahkan sangat jauh dari tempatnya. Orang-orang yang kusebut dalam surat itu, ada yang sudah tiada, pergi, dan tergantikan. Peristiwa dan mimpi yang kueluh-eluhkan, sirna, menguap entah ke mana. Waktu lima tahun terasa begitu cepat untuk banyak sekali kejadian yang kualami di luar prediksi. Tapi dari sana, satu-satunya hal yang kusadari tidak pergi ke mana-mana, yang selalu tersisa, adalah batin dan perasaanku sendiri yang kusematkan pada momen dan orang-orang itu: memori. Dari sini aku memahami bahwa waktu, betapa pun berlalu teramat cepat, kadang-kadang terasa hanya ilusi yang tak punya arti ketika segalanya kujalani dan kuhayati sepenuh hati. Ia bukan lagi berjalan linea...

Seri Catatan: On Beauty and Terror [Kupu-Kupu]

Gambar
[1] Kupu-Kupu Bulan Oktober menuju November lalu, saat kemarau tinggal sisa-sisa, aku banyak menempuh perjalanan panjang. Sepanjang bulan itu, aku bisa pulang saban minggu. Dan sepanjang bulan itulah, perjalanan pulangku dipenuhi kawanan kupu-kupu kuning. Ribuan kupu-kupu kuning itu terbang bergerombol, sampai kadang-kadang mereka menempel, menabrak mengenai helemku. Rasanya gidik, ngeri, sekaligus takjub. Aku punya ketakutan yang aneh pada kupu-kupu. Mungkin sudah sampai tingkat fobia, karena rasa takut itu tidak rasional dan kurasa berlebihan. Entah apa sebab dan juntrungnya, yang jelas, seperti ada trauma tersendiri ketika melihat serangga terbang yang dinilai punya sayap menawan oleh sebagian besar orang itu. Saat belia, sekitar kelas satu atau dua SD, aku berjingkatan main ke pekarangan rumah. Seperti yang biasa kulakukan: keliling kebon, menjumputi bebijian, daun, bunga dan benda-benda unik di tanah. Kami punya satu pohon mlinjo besar di barat rumah. Pohon itu selalu jadi t...

Drink My Words

Gambar
kepalaku teras yang menangkap gaduh dari ruang tengah menadah kepala lain yang lasah ia rongga lapang, dibawa angin buritan yang mengarah-arah kepalaku, serba wadah kata-kata di dalamnya rutin tumpah meluber jadi sumpah-sumpah kepalaku bunyinya lebih ringan daripada napas yang berdesah, tak lebih deras dari alir darah ia bunga karang, digerus air pasang yang memecah-belah di dalamnya, susah payah hanya sebesar zarah kepalaku, adalah bayang rintang yang menyaksikan tangan-tangan menengadah ia menunggu seorang penerjemah, yang asalnya dari antah berantah, kata-kata di dalamnya menjelma ruh-ruh basah: masuk ke cawan yang dituang oleh tanganku, diminum seteguk orang seisi rumah.