Postingan

Kepada Anak dalam Diriku yang Terluka

“Anak dalam diriku yang terluka, aku disini siap mendengarkanmu Ceritakan seluruh deritamu, aku disini sungguh-sungguh mendengarkanmu Kau adalah anak dalam diriku, aku adalah kau Kini kita sudah dewasa, tidak perlu takut lagi, kita aman, bisa melindungi diri sendiri Ayo, ikut ke masa kini Jangan biarkan masa lalumu memenjarakan kita Pegang tanganku, mari jalan bersama, menikmati setiap langkah kita di masa kini…” ( Thich Nhat Hanh ) Anak dalam diriku yang terluka Aku berlari sekarang, meraih dan mendekapmu dengan penuh kesadaranku Rasakan aku yang menghampirimu dengan rasa hangat Leburlah luka-luka yang dingin dan membeku di masa lalu Aku mengingatmu dan memahamimu Aku memahami bagaimana luka-luka itu hadir ketika tak seorangpun mengajakmu bicara Ketika tak sekedipan mata pun menatapmu Tak ada sekejap waktu pun mendengarmu Tak ada yang mengajarimu menertawakan segala hal yang sekitarmu katakan Tak ada yang mengajarimu menangisi segala hal yan...

Menyembuhkan Anak dalam Diri

Tangisan yang kita dengar dari dalam lubuk hati, kata Thich Nhat Hanh, berasal dari anak yang terluka dari dalam diri. Menyembuhkan luka dari anak dalam diri akan mengubah emosi negatif.   Setiap diri kita, terdapat seorang anak, anak kecil yang menderita. Kita semua pernah mengalami masa-masa sulit sebagai anak-anak dan banyak dari kita yang mengalami trauma. Untuk berlindung dan bertahan dari penderitaan di masa depan, seringkali kita berupaya melupakan masa-masa penuh luka itu. Setiap kali kita berhubungan dengan pengalaman menyakitkan, kita tidak yakin bisa menghadapinya, dan kita menjejali perasaan dan ingatan semacam itu jauh ke dalam alam bawah sadar. Hal itu mungkin karena kita tidak berani untuk menghadapi anak dalam diri tersebut selama bertahun-tahun. Namun, bukan berarti anak dalam diri itu tidak ada hanya karena kita telah mengesampingkannya. Anak yang terluka itu selalu ada, berupaya mendapat perhatian kita. Anak itu mengatakan, “Aku disini. Aku disini. Kamu t...

Je Suis Grise

Je suis Grise J'ai vu comment ses yeux étaient fixés sur la chambre du cœur mort Le faisceau de lumière était gris Il n'y a pas de reflet même si ses yeux sont un miroir Il marchait lentement avec ses mains rampant sur le mur Les murs sont faits de mots parfois bruyants et coulants Marcher sur un déversement une tasse de larmes Le point culminant de la lumière grise l'a amené à marcher pour me voir Puis juste devant mes yeux, je ne vois que du gris /// Aku-Abu Aku melihat bagaimana matanya menatap lekat-lekat pada ruangan hati yang mati lampu Sorot cahaya itu berwana abu-abu Tidak ada pantulan meski matanya adalah cermin Ia berjalan pelan dengan tangan yang merambat pada tembok Tembok-tembok terbuat dari kata-kata yang kadang bising dan runyam Diinjaknya bekas tumpahan secangkir air matanya Sorot cahaya abu-abu menuntunnya berjalan menemuiku Lalu tepat di depan mata aku hanya melihat aku yang berwarna abu-abu

Bukan Sepotong Senja untuk Pacarku

Setidaknya aku ingin seperti Sukab yang memberi sepotong senja untuk Alina Andai kedua mataku dapat memotret apapun yang kujumpa Setiap sepersekian detak akan kucetak apapun yang bermakna Berikut apa yang aku pikirkan tentangnya Akan ada ribuan potongan berikut judul dan keterangannya dan bukan hanya senja Seperti potret kabut sunub yang musnah sebelum berjumpa dengan tanah Udara yang berlari dikejar udara dari mulut manusia Atau apapun itu misalnya Dan bersamanya akan kau beri potongan-potongan itu makna Setidaknya kau tak akan seperti Alina Kau akan lengkap dan tak akan berpikir bahwa dunia ini fana Kau akan memaknaiku dengan selengkap-lengkapnya Selayaknya aku memberi makna pada apapun yang kujumpa Kamu tak akan membaca kata-kata lain selain yang kutulis pada potongan berikut judul dan keterangannya Tapi kau dan aku tahu bahwa andai selalu bertemu namun di dunia yang kata Alina fana Mataku tak dapat memotret dan tentu saja kau bukan Alina Maka berseraklah ka...

Sebelum Tahu Rasa

Kemarin lusa aku membawa seonggok daging di depanmu seperti kapas Besok lusa aku membawa seonggok daging lagi dengan tulang-tulang keras Aku datang pada ruang dan waktu yang sama tapi kau tak bernapak tilas Kemarin lusanya besok lusa aku membawa seonggok daging lagi Di depanmu tanpa tulang Di tanpamu bertulang-tulang Aku datang pada ruang dan waktu yang sama dengan daging yang sama tulang-tulang kaku dan keras pula Kau yang tak ada

Selamat Mati

Mataku membelalak, aku terbangun dari kobaran api lalu kuhentak-hentakkan kakiku Menghinggut-hinggut hingga roboh semua setan-setan yang mati dalam tubuhku Berkoar-koar melagukan syair penanda hari Selamat datang Selamat pagi Selamat siang Selamat sore Selamat petang Selamat malam Selamat pulang Setan-setan yang mati roboh Setan-setan yang hidup bangkit Tubuhku ini seakan kapas terbakar, namun mataku seperti bola api menyalak-nyalak Menghentak-hentakkan hingga bangkitlah yang hidup Menghinggut-hinggut hingga robohlah yang mati Selamatkan syair penanda hari Tak ada peduli pada kobaran api Tak ada peduli pada yang mati Selamatkan syair penanda hari Sebab untuk hidup, harus ada yang mati

Apa Kamu Pura-Pura Kenal?

Kamu waktu itu seperti biasanya, berdiam diri dan mengamati sekitar. Atau mengeluarkan suara dengan terpaksa, pada halnya esensimu sedang kabur dan berbaur pada ruang apa yang kamu inginkan. Atau tiba-tiba saja kamu berada disana. Kamu melihat seorang lelaki yang meraba-raba untuk berjalan. Mata fisiknya buta. Seumur hidup, hanya di tempat itulah kamu banyak menemukan orang-orang seperti itu. Awalnya kamu merasa kasihan dengan orang yang kebanyakan orang sebut cacat. Mereka begitu terbatasi. Bukan, bukan fisik mereka yang terbatas, namun lingkungan mereka. Berbicara tentang keterbatasan, kamu berpikir bahwa pada dasarnya setiap manusia memilikinya, semua orang adalah ‘cacat’ apabila yang dilihat adalah setinggi-tingginya kemungkinan. Lalu orang-orang yang disebut ‘cacat’ tadi tidaklah berbeda dengan yang lain. Jika fisik mereka seperti itu, maka itulah fisik mereka yang utuh. Orang-orang tidak bisa melihat seseorang dengan orang lain secara bersamaan. Jadi, begitulah adanya, ...