Dunia Instagram Nan Jauh di Atas Sana
Dina Tri Wijayanti
18107030091
#tugascoolyeah
***
Postingan-postingan dalam akun Instagram saya beberapa
diantaranya memiliki latar belakang visual yang mirip. Saya menemukan lebih
dari empat potret awan di dalamnya. Entah mengapa. Namun saya sangat senang
mengunggah objek-objek alam, hewan, pantulan cahaya, ataupun coretan-coretan
tidak jelas ketimbang foto tubuh saya secara utuh.
Apa yang saya sukai dan itu perlu untuk dibagikan,
beberapa memang saya taruh dalam feed
Instagram. Platform dalam internet, termasuk Instagram saya anggap sebagai cara
mencetak keabadian. Apapun yang telah kita taruh disana akan menyisakan jejak
yang tak akan terbatas ruang dan waktu. Kapan saja kita ingin meniliknya,
mereka akan muncul dalam sekali enter.
Munculnya media-media semacam ini memang memengaruhi
bagaimana kita memahami konsep ruang dan waktu. Tak buruk. Namun perlu rasanya
untuk kita kembali merenunginya. Setiap dari kita tahu bahwa ini bagian dari
kemajuan media komunikasi. Bagian dari peralihan interaksi kita dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari saya seringkali memperhatikan
hal–hal yang saya unggah di Instagram. Saya senang melihat cakrawala, maka saya
mengungkapkan apa yang saya sukai itu dalam internet. Karena mata tak dapat
mencetak foto, saya memotretnya melalui kamera ponsel. Mengabadikan lalu
membagikannya.
Foto awan ini saya ambil dari lantai tiga kelas saya
sewaktu SMA. Meski selalu kehabisan napas naik-turun tangga, pemandangan yang
bagus dari lantai atas tak sebanding. Setiap keluar
kelas, mata saya selalu terbelalak dengan pintalan-pintalan awan di siang hari.
Dan saat itu juga saya mendapati diri saya tersenyum. Tak lupa, untuk
mengabadikannya saya memotretnya. Saat itu juga, saya mengunggahnya di Instagram.
Kemudian saya memberi keterangan juga sesuai dengan
apa yang saya pikirkan waktu itu. Untuk menambah estetik, saya memberi filter
pada foto. Selanjutnya saya memberi keterangan berbahasa Inggris. Yang kira-kira
maksudnya adalah mempertanyakan alasan mengapa saya selalu melihat ke atas langit.
Foto ini saya
ambil ketika melintasi jembatan layang Jalan Janti di Jogja. Waktu itu suasana
hati saya sedang kalut, entah kenapa. Di perjalanan sore itu saya melihat
pemandangan dari atas jembatan layang begitu memukau. Terlihat matahari hampir
terbenam melampaui gedung-gedung, pemukiman dan rel kereta. Saya memotretnya. Beberapa
hari setelahnya saya memikirkan kata-kata untuk mewakili perasaan saya. Saya
pikir kata-kata itu senada dengan foto pemandangan tersebut.
Sore hari
kala itu langit terlihat cantik. Siluet pohon-pohon dilatarbelakangi warna
langit yang keunguan. Bulan sabit juga terlihat melengkapi pemandangan indah
itu. Saya baru pulang sekolah dijemput adik saya. Kami mengendarai motor. Sepanjang
perjalanan, kami tak henti-hentinya menoleh ke arah barat. Saya meminta adik
saya untuk memelankan laju motornya. Saya tak ingin momen indah langit sore itu
hilang. Pemandangan itu akan saya abadikan melalui kamera ponsel. Kemudian saya
awetkan lagi dalam feed Instagram.
Foto yang
cantik tentunya akan lebih lengkap dengan keterangan yang mewakilinya. Saya teringat
dengan kutipan dalam sebuah buku. Mungkin bagi beberapa orang itu foto dan
caption yang saya tulis tak ada kaitannya. Tetapi bagi saya caption tersebut
sangat mewakili apa yang ada di benak saya ketika memandang alam yang indah.
Langit, awan,
bintang, bulan, burung-burung, dan segala apapun yang berada nan jauh di atas
sana adalah menakjubkan. Saya selalu tertarik dengan hal itu. Kala itu, saat
sedang ingin memasuki lobi Ghratama Pustaka, saya melihat pemandangan menarik
di atas. Beberapa koloni burung bercicit. Suaranya riuh hingga saya sangat
penasaran apa yang sedang mereka lakukan. Mereka berputar-putar di atas awan,
lalu sebentar-sebentar hinggap di salah satu pohon. Lalu terbang lagi sambil
bercuit riuh. Saya berimajinasi mereka seperti membawa sebuah pesan, membawa
kabar. Sayangnya kita tidak bisa tahu apa yang mereka katakan. Itu hal yang
menarik, dan saya merogoh saku. Mengeluarkan ponsel dan memotretnya. Beberapa waktu
setelahnya saya membagikan momen itu melalui postingan Instagram saya. Lagi-lagi
saya berpikir bahwa Instagram mempu membuat momen itu bertahan abadi.
Dari keempat
unggahan Instagram saya di atas, terlihat bahwa saya terus-terusan terdorong untuk
mengabadikan hal-hal yang saya sukai, yaitu potret langit—disertai captionnya
yang seperti mendayu-dayu. :v
Jika diingat-ingat,
postingan ini termasuk salah satu konsep yang ingin saya ciptakan pada diri
saya. Bahwa dalam dunia Instagram, saya adalah akun saya. Saya adalah apa yang
saya unggah, apa yang muncul dalam feed pengikut
saya. Seolah-olah, saya terwakili seutuhnya oleh semua itu. Satu per satu
unggahan seperti rangkaian kepribadian saya yang dapat dikenal orang lain dalam
media Instagram.
Juga, salah
satu alasan mengapa saya mengunggah foto-foto itu adalah karena persepsi saya
sendiri. Saya memiliki anggapan penuh bahwa unggahan-unggahan semacam itu
memiliki kesan “indah” alias “estetik”. Saya merasa foto itu murni atas
inisiasi saya sendiri sehingga tidak mirip dengan postingan dari akun-akun
lain. Hanya saja mungkin persepsi saya soal unggahan yang estetik itu juga
secara tak langsung berasal dari lini masa yang saya lihat. Beberapa referensi
yang kita unggah di internet memang terkadang kabur, saking banyaknya yang
mampu kita tangkap. Apa yang kita konsumsi seperti mengendap banyak, dan
sewaktu-waktu akan keluar menjadi satu konten yang tak jelas juntrungnya. Tapi herannya
setiap unggahan konten itu terasa murni. Sulit untuk menakar, mana imajinasi
dan mana kenyataan.
Pemahaman saya mengenai
ruang dan waktu menjadi berkembang selepas adanya media intenet. Ruang dan
waktu itu akan melebur jadi satu, sehingga saya dapat menyebutnya “seperti”
abadi. Dan itu yang saya inginkan pada setiap momen kehidupan
sehari-hari yang saya tangkap.
Dalam hal ini, dunia Instagram menjadi tempat untuk
menyaksikan momen-momen kehidupan sehari-hari. Di sana kita ramai-ramai berbagi kesan di benak mereka,
lalu saling memaknai.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah membuang waktumu di tulisan saya. Semoga tidak ada dosa.