Bunga Tidurnya Tulus
Bunga Tidur,
Tulus
Bekas gincu di sudut bibir kiri, di
depan cermin, Sabtu pagi
Aku tak tahu ini punya siapa
Cukup jauh dari mabuk rasanya,
Aku tak bermimpi
Entahlah, ini pertanda apa
Sering malu karna sujud hanya bila
tertekan
Duhai pria, yang mengaku-ngaku
dewasa
Konon kebal membeku,
Ini dia si jago pemalu
Bila kau pikir, aku sekuat itu
24/7 aku bahagia...
Kau salah kawan
Kudilindungi dendangan,
Ini musikku, dia pagar jarak
pandangmu
Mustahil tak bercelah
Di depan cermin, Sabtu pagi, aku
bicara dengan pantulanku
Bunga tidur bisa membawamu terkubur
Jauh dari sekadar akar, hantui
pikiran
Kadang kujatuh cinta,
kadang naik si pitam,
kadang semua tuli
...
Selama kulihat engkau senang,
Yang lainnya kusimpan sendiri...
*
Makna
lagu ini rasanya benar-benar sampai. Aku bisa memutarnya berkali-kali tanpa
henti. Seperti sihir. Liriknya mampu meraih tanganku dan membawa ingatan pada segala
keresahan hidup yang pernah hadir, energi untuk bangun, angan-angan dan
pandangan-pandangan luar.
Beginilah.
Kadang kita dilingkupi banyak kasih. Lalu derita dan amarah hadir. Kadang hampa,
kadang riuh. Kita berupaya untuk menjadi manusia yang matang, meski sadar itu
mustahil. Kita akan terus muda dan pontang-panting mencari sesuatu yang bahkan
kita sendiri tak tahu itu apa.
And inside every person you know,
there is a person you don’t know.
Manusia
layaknya lautan yang dalam. Kita menyimpan banyak hal. Dan, tak ada yang paham utuh
satu dengan yang lainnya. Setiap dari kita menyimpan banyak hal melebihi
pikiran dan rasa. Jauh di dalam sana, seumur hidup, kita menyelami diri kita
sendiri.
Kita
mengambang dalam angan. Hinggap pada banyak pijakan, menanti kawan agar
berakhir bahagia. Untuk itu kita mencipta sendiri kebahagiaan. Menerka juga
bahagianya kawan jauh dari jarak pandang. Meski kita keliru, senang tak sampai
menerka satu sama lain...
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah membuang waktumu di tulisan saya. Semoga tidak ada dosa.