Menangis karena Iklan


Dina Tri Wijayanti
18107030091
#tugascoolyeah

***

“Proses decoding bisa menempuh rute yang mengejutkan dan bahkan berlawanan dari makna yang diintensikan,” - kuliah Resepsi Audiens, Pak Rama.

Seorang wanita yang bekerja sebagai copywriter periklanan di London mengunggah surat terakhir dari ayahnya yang bunuh diri. Wanita bernama Holly Brockwell itu mengaku hatinya tercekat. Ia telah cukup sedih atas apa yang menimpa ayahnya, dan sebuah iklan membuatnya semakin terpukul.
Adalah iklan Hyundai IX35 yang membuat wanita itu dan banyak orang yang memiliki kondisi yang sama menangis.
Pada 19 April 2013, merek mobil kenamaan itu meluncurkan sebuah iklan dengan topik bunuh diri secara implisit. Dalam iklan diperlihatkan seorang lelaki paruh baya yang mencoba mengakhiri hidupnya, mengunci dirinya dalam mobil dengan garasi yang tertutup tanpa udara. Ia berniat membiarkan dirinya menghirup gas monoksida hingga mautnya datang. Namun usahanya gagal karena ternyata mobil tersebut bebas emisi berbahaya!


(silakan tonton iklan tersebut di sini: https://www.youtube.com/watch?v=jgffnYlAe9c )

Dengan plot iklan out of the box tersebut, pihak pemasaran Hyundai mengira mereka bakal mendapat banyak pujian. Tak sampai sepekan setelah iklan tersebar, komentar datang bertubi. Iklan itu kontroversial.
Masyarakat Britania Raya, yang merupakan target audiens Hyundai ramai-ramai membicarakannya. Tepatnya setelah Brockwell menyatakan bahwa kematian ayahnya serupa dengan plot dalam iklan.
Sungguh, iklan Hyundai IX35 tersebut murni berniat promosi. Bahwa mobil itu merupakan fuel cell car dan knalpotnya hanya mengeluarkan uap air. Sehingga tokoh pria dalam iklan urung bunuh diri, karena tak ada yang terjadi. Namun setelahnya pihak Hyundai menyatakan akan menarik iklan tersebut. Meskipun cuplikan video iklan itu sudah banyak diunggah ulang oleh banyak pihak, serta makna terlanjur meluber kemana-mana.
Memang niat awal iklan ini ialah untuk memperkenalkan produknya dengan lebih dramatis dan tidak biasa. Tapi siapa sangka pesan itu justru ditafsirkan lain? Publik yang memiliki keterkaitan dengan kisah dalam iklan itu jelas merasa tersinggung. Mereka, dalam benaknya merasakan bahwa masalah itu tak etis dijadikan hal sepele.
Bagi beberapa orang iklan itu tak jadi hal. Mereka bisa saja bahkan menafsirkan iklan seorang pria yang mecoba bunuh diri dalam mobil itu sebagai ide yang unik dan sekedar guyon. Tapi mereka juga tak seharusnya heran ketika ada tafsir yang berseberangan. Ada struktur makna yang berbeda di sana, ada perbedaan proses pengolahan makna.
Masyarakat Britania yang majemuk itu sebenanya memiliki respons yang beragam atas iklan itu. Namun tentu saja komentar yang paling menimbulkan “masalah” yang memiliki suara paling keras. Sehingga meski ada yang menganggap iklan itu sebagai strategi promosi yang kreatif, komentar tak enak juga terlanjur keluar. Seseorang yang secara psikologis relate  dengan hal yang ditayangkan dalam iklan itu merasa tersinggung atau bahkan mengecamnya. Bagi mereka, bunuh diri bukanlah masalah yang bisa dianggap lelucon. Terlebih ada orang yang benar-benar menangkap iklan tersebut memiliki kesamaan kronologi meninggal orang terdekatnya. Dari sini dapat dilihat, bahwa makna diciptakan tidak dari ruang kosong. Makna iklan itu memiliki titik mulai dari tiap orang yang melihatnya. Sehingga mereka memiliki kaitan atas apa yang ada dalam dirinya.

Begitulah. Iklan sebagai muatan media massa bisa memiliki makna yang beragam, sekumpulan orang memiliki tafsirannya sendiri. Penerima pesan adalah pencipta makna itu sendiri.

Apa yang terjadi pada iklan kontroversial Hyundai tujuh tahun yang lalu itu terus terjadi hingga kini. Orang-orang selalu tumbuh dengan latar belakangnya masing-masing, dengan sudut pandang masing-masing.
Perihal iklan lagi, baru saja kemarin saya menemui hal serupa. Saya melihat unggahan story Instagram seorang selebgram yang juga sebagai brand ambassador platform belajar online Ruangguru.
Saya menyimak duduk perkaranya. Apalagi kalau bukan masalah iklan?
Jadi beberapa pihak—netizen millennial—mempermasalahkan iklan paket Prakerja program Skill Academy-nya Ruangguru. Disana tertera harga satu juta.
Selebgram tersebut sejujurnya juga merasa ambigu seperti apa yang ramai dibicarakan netizen. Beberapa orang mengira harga tersebut adalah harga satu paket kursus. Namun ternyata, dalam paket kursus itu terdapat beberapa kelas dengan harga yang berbeda-beda. Sebenarnya, dalam deskripsi tertera informasi mengenai hal tersebut. Namun, iklan itu yang paling menonjol. Sehingga banyak yang mengeluhkan, setelah mendapati harga “sebenarnya”, mereka menganggap kursus di Ruangguru mahal.
Perbedaan respons terjadi di sini.
Si brand ambassador, selebgram tadi memang sudah mengenal kursus online yang berbayar dan bersertifikat. Singkat kata, ia sudah memiliki insight mengenai dunia itu. Lebih-lebih ia sudah bekerja sama dengan Ruangguru selama dua tahun, sehingga ia juga tahu proses kerja di balik kursus online Ruangguru. Menurutnya, adalah wajar jika paket kursus itu berbayar. Hal itu sebanding dengan usaha tim Ruangguru menyediakan pembelajaran untuk peserta.
Selebgram tersebut berpandangan semacam itu karena ia memiliki pengetahuan, sedangkan netizen yang protes berangkat dari ruang pengetahuan yang berbeda darinya. Selain itu, tingkat kemapanan ekonomi jugalah yang membuat kedua pihak tersebut berbeda dalam memandang iklan Ruangguru itu.
Si selebgram memiliki kemapanan, ia telah berpenghasilan. Itulah yang membuat ia secara tak langsung memandang harga kursus itu tak mahal, dan sesuatu yang tak perlu diperdebatka. Berbeda dengan makna yang ditangkap oleh para netizen. Mayoritas pengguna kursus itu bisa dibilang merupakan pelajar atau mahasiswa yang belum mapan, khususnya secara finansial. Sehingga menafsirkan paket kursus tersebut mahal. Atau bahkan mempermasalahkan biaya tiap kelas dalam kursus yang tidak tertera secara gamblang dalam iklan. Sebab bagi mereka, harga adalah suatu hal yang penting.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedap Malam

Understanding Love?

Kenapa Saya Membatasi Akses "Begitu Saja" di Internet?