Menulis: Peluang Kemandirian


Dina Tri Wijayanti
18107030091
#tugascooyeah
***


(Kamis, 7 mei 2020)

Endik Koeswoyo telah aktif menulis sejak 2006. Sejak di bangku kuliah ia telah menjadikan dunia menulis sebagai peluang yang ia pilih untuk mencari penghidupan. Dan benar saja, kini Endik berkarir melalui tulisan-tulisannya dalam wujud naskah film, novel, hingga skenario serial televisi.
Menulis menurutnya memerlukan peluang serta waktu. Saya menafsirkannya sebagai momen yang tepat untuk menuangkan gagasan tulisan. Sehingga, dalam menekuni dunia menulis, peluang dan kemandirian haruslah dicari. Kita dituntut untuk bersaing dengan yang lain. Karenanya, cepat merasa puas dapat menunjukkan bahwa kita menuju kekalahan. Hal itu disampaikan Endik dalam siaran langsung instagram bertajuk “Nulis Matek, Gak Nulis Matek”. Adalah Rama Kertamukti, seorang dosen Ilmu Komunikasi yang menyediakan ruang berbagi pengalaman kepenulisan tersebut.
Siaran berdurasi sekitar satu seperempat jam itu banyak membahas mengenai peluang atas ketekunan menulis secara kreatif. Dengan penulisan kreatif, kemandirian dapat ditempuh.
Memang sebagian besar orang memulai sesuatu berdasarkan ketertarikan semata. Namun, kata Endik, tak ada salahnya menentukan tujuan dari hal yang dilakukan secara jelas, sehingga menjadi sebuah pekerjaan menetap. Begitupun dengan menulis. Pekerjaan ini lahir dari keingintahuan. Pekerjaan ini membutuhkan keterampilan dan penyesuaian. Tujuan untuk siapa serta makna yang akan disampaikan haruslah jelas.
Pembaca pun akan bosan dengan cerita yang diulang-ulang. Maka dibutuhkan kreativitas tinggi. Sehingga dengan begitu kita akan tahu dimana posisi kita, dan bagaimana kita harus  menempatkan diri diantara yang lain. Kita pun harus menentukan referensi atau patokan. Sehingga inspirasi menulis akan mengucur deras.
 “Penulis yang baik berasal dari pembaca yang baik.” ujar pembaca karya-karya Sudjiwo Tedjo itu.
Sebagai pembaca pula, rumus pribadi Endik untuk mendapat referensi menulis ialah seratus halaman referensi menjadi satu halaman dalam tulisannya. 1:100. Selain itu riset pasar menjadi hal yang dipertimbangkan, karena tidak semua genre cerita laku pada semua kalangan. Ada segmentasi.
Pun berkaitan dengan referensi. Riset diperlukan untuk menghasilkan naskah yang rasional dan hidup. Cerita kadang disisipi plot twist. Pembaca menyukai alur yang tak terduga.
Kemudian dengan referensi yang lengkap, penting bagi penulis dalam menyusun konteks yang ia hadapi dengan teks referensi yang diciptakan. Dengan demikian tercipta karakter, plot, setting dan diksi yang tepat.
Cara penyusunan yang berbeda membuat cerita menjadi menarik dan disukai banyak orang. Kemudian memilih sudut pandang menjadi hal yang penting, memilih framing cerita.
Kendati pemilihan aktor penting, itu hanya menjadi niai tambah. Yang menjadi formula umum dalam naskah ialah hadirnya konflik yang disusul klimaks.
Seni menghubung-hubungkan cerita dengan masa kini pun dapat menjadi rumus dalam menulis naskah. Inilah yang dimaksud dengan bridge: jembatan. Salah satunya dengan mengetahui apa yang sedang hangat dibicarakan masyarakat. Meski ada kalanya ide mandek, maka kita harus beristirahat. Pikiran perlu rileks. Untuk kemudian ide akan mudah didapat kembali. “Kunci dari menulis adalah mengamati dan membaca.” terang Endik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedap Malam

Understanding Love?

Kenapa Saya Membatasi Akses "Begitu Saja" di Internet?