Lost and Found

Segala hal tak terus menetap, mereka datang dan pergi, hilang dan muncul. Termasuk teman. Termasuk aku juga pada teman-temanku. Kita semua saling menyambangi hanya pada momen-momen tertentu, sisanya kita kembali sendiri. Seutuhnya, selamanya.

Di balik seseorang yang kita kenali, ada sosok lain, ada ruang lain dalam diri yang sama sekali tak bisa kita jamah. Begitulah kita ini manusia, seperti samudera yang sangat dalam. Kita hanya mampu menyelam di permukaan.

Tak cukup dalam sekali helaan nafas yang kita miliki untuk menyelam ke kedalaman manusia lain, juga diri sendiri. Begitulah kita satu sama lain. Aku pada teman-temanku, juga mereka padaku. Namun dalam hidup, kan kita punya momen untuk saling menyambangi? Saling mengenali. Menyempatkan diri untuk menyelami lautan, meski hanya sampai permukaan.

Aku hanya ingin kita saling memahami. Bahwa kita bertemu untuk saling menyapa, bicara, dan bercerita. Telah terpatri dalam diriku, setiap dari kita berada dalam pijakannya masing-masing. Dan tugas kita sebagai orang lain adalah mengerti tentang itu. Aku melihat teman-temanku, kerabat, sahabat sama seperti aku melihat alam raya ini. Mereka semua sepertinya di luar ragaku, tapi kita sejatinya menyatu. Oh, mengapa pula kita semuanya jadi terpisah-pisah begini? Pikiran, jiwa, raga. Dipandang lain. Disekat-sekat. Dalam sekat-sekat itu pula, kita kebingungan karena tak saling kenal. Semuanya seperti orang lain! Dan barangkali memang asing.

Rasa-rasanya jika aku puya satu kekuatan besar, ingin kukumpulkan semuanya. Biar kita duduk bersama dan bercengkerama. Biar kita saling mendengar. Biar kita senang sama-sama, sedih sama-sama, sesak dan hampa sama-sama.

Aku ini bicara apa?

Aku hanya sedang muram. Tak tahu aku. Mengapa kita bisa saling mengutuk? Mengapa seseorang tega menancapkan duri pada yang lain? Ya, barangkali inilah lakon hidup. Aku yang kurang melek saja. Selalu terlalu utopis memandang kenyataan. Aku hendaknya paham tak semua berjalan semestinya. Tak semua manusia baik, dan hidup terus baik-baik saja.

Tak dapat aku mengumpulkan semuanya dalam satu ruang yang sama, untuk saling mendengar dan mengasihi. Masing-masing punya pijakannya. Ada sudut pandang lain, ada keyakinan lain. Dan kupikir cukuplah bagiku untuk memahami itu.

Dalam hidup aku hanya tak ingin menyakiti, semua adalah teman. Tak semulus itu. Aku tahu. Mari buat semuanya lebih jelas. Adalah bukan tanggung jawabku untuk membuat semua manusia mengerti akan diriku dan sebaliknya. Semuanya berjalan alami dan tak ada yang perlu disesali. Apa yang nampak, itulah yang nyata ada. Tak dapat dipalsu, tabiat di hadapan indra memancar tanpa tedeng aling-aling. Kita telah menyelam sampai permukaan, itu yang paling mampu.

Tak melulu tentang baik dan buruk, hitam dan putih. Abu-abu. Tak ada yang perlu diperbuat selain memeluk semuanya. Pantaslah, itu kisah-kisah dalam lakon hidup ini. Cukuplah diri mengerti. Cukuplah kita terus dan terus mencari arti-arti. Kursakan semuanya dengan wajar. Tak ada teman sejati yang mengerti utuh, tapi segala yang pernah datang padaku adalah teman. Membawa suka maupun duka. Sebab arti teman bagiku adalah yang menuntun diri pada jalan menuju kata dan maknanya...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedap Malam

Understanding Love?

Kenapa Saya Membatasi Akses "Begitu Saja" di Internet?