Menemui Makna Dewasa
Hingga kini aku belum juga paham
ukuran seseorang dianggap matang. Kurasa tak ada patokan yang pasti. Aku banyak
menyaksikan manusia tua yang bersikap kekanakan. Atau seorang anak yang justru
mengerti sebuah makna kehidupan yang sepatutnya belum ia pahami. Setidaknya dalam
hal ini, ukuran dewasa diukur dari bagaimana seseorang bertindak laku. Pada yang
lain. Pada diri sendiri tak mungkin diukur.
Memanglah kita hidup di dunia yang
selalu keluar. Di luar diri. Di dalam
diri ini dianggap bukan sesuatu yang pasti. Kita terlanjur menggubris segalanya
yang tampak. Materi adalah senyata-nyatanya kenyataan. Sepasti-pastinya
kepastian.
Sulit juga memang untuk mendobrak
pondasi-pondasi yang telah disusun seumur pikir. Aku hanya berharap pada generasi
berikutnya, setidak-tidaknya yang suatu hari nanti sejak kecil dekat dan
terasuh olehku serta orang-orang dekatku. Sehingga yang ada bukanlah dobrakan,
bukan mencabut akar satu pohon yang telah tumbuh. Melainkan membangun pondasi
itu, menanam tunas pohon itu. Soal apa artinya kematangan diri, kedewasaan
pikir. Soal makna dari kenyataan dan kepastian dalam hidup kita. Tidak selalu
hidup di dunia yang keluar.
Tentang menjadi dewasa itu sendiri memang
luas sekali. Menjalar ke semua aspek hidup.
Dan terkadang aku berpikir atas diri
sendiri. Sudahkah diri ini dewasa?
Lagipula jarak pandang “dewasa” ini sepanjang
apa? Siapa pula yang berhak mengatakan seseorang dewasa?
Dan yang mengganjal, jika saja
ukuran-ukuran itu telah dipatenkan bersama-sama, haruskah kita semua mencapai
ukuran itu? Sehingga diterima sebagai manusia paling puncak dan pantas disegani.
Kalau di tempatku bertumbuh, yang
berumur lebih banyaklah yang berada di posisi itu. Yang punya banyak kredensial,
yang memenuhi syarat-syarat hidup di dunia materi.
Aku tak tahu, mengapa begitu banyak
pertentangan dari apa yang nampak dan apa yang dipancarkan oleh diri kita. Dan itu
terlihat dari rasa heran yang muncul. Mengapa kita keheranan menyaksikan anak
kecil berlaku dewasa? Seolah definisi dewasa sejak awal itu saklek. Dibatas dari
umur sekian hingga sekian. Dan lagi-lagi, apa itu sebenarnya menjadi dewasa?
Entahlah. Selama ini aku terus
percaya bahwa dalam hidup ini kita dituntun. Selangkah demi selangkah. Tapi rasa-rasanya
satu langkah saja yang kita tempuh menjadikan kita merasa telah dewasa. Meskipun
kadang jalan kita terseok-seok, hidup terus dan akan terus berjalan. Di titik
ini aku bepikir bahwa satu-satunya yang perlu kita perbuat adalah memperhatikan
jalan kita, melangkahkan kaki dengan penuh sadar pada tuntunan itu..
Dewasa adalah langkah-langkah itu. Langkah
yang membawa kita menemui banyak dunia. Dari satu ruang ke ruang lain, dari sudut
pandang satu ke yang lain. Bertemu manusia-manusia dan kelakuannya. Maka menjadi
dewasa tak lari dari perlakuan diri pada apa yang telah kita temui. Memaknainya
satu satu.
Meskipun hingga kini aku sendiri kadang
gamang dengan itu semua. Sebab terpikir dengan ujung langkah-langkah yang
kutempuh. Dan adakah ujungnya? Hidupku terus berjalan dan dunia mengungkungnya
dengan batasan-batasan usia. Menuntut banyak kepastian berdasarkah definisi
yang telah disepakati ada. Sedangkan aku pun sadar bahwa mereka semua tak akan
lepas dari sebuah perlakuan...
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah membuang waktumu di tulisan saya. Semoga tidak ada dosa.